Sejarah Bahasa Indonesia
Artikel lanjutan dari Sejarah Bahasa Indonesia, part 2.
Sejarah Johor pada saat iru kurang bagus, karena tidak berlangsung perniagaan dengan luar negri, tidak mungkin mereka mengumpulkan kekayaan dan merebut kekuasaan. Setelah sekian lama zaman pemulihan Johor yang digunakan juga untuk memperluas pengaruhnya atas kepulauan Riau-Lingga dan sampai ke Sumatra, munculah perselisihan dengan Aceh. Akibatnya adalah hancurnya Johor di tahun 1615. Meskipun turunan seorang sultan masih dapat pulang kembali ke Johor, kekuasaan politiknya telah berakhir untuk selama-lamanya. Kebudayaan dan kesusasteraan pun telah hilang-lenyap.

Nasib semacam itulah yang biasanya kita saksikan bagi semua tempat kedudukan Melayu yang tua. Dimana-mana  dialek-dialek dapat mencapai kemajuan dan secara perlahan bahasa Melayu mulai tersingkrkan, seperti kejadian di Aceh, oleh pemakaian bahasa daerahnya.

Pada tahun 1641 Malaka dirampas oleh orang Belanda dari orang Portugis. Hal ini berearti berdirinya kekuasaan Belanda atas Seluruh Nusantara, dengan mengeluarkan bangsa Portugis, Spanyol dan Inggris. Meskipun ini untuk kesatuan dan kemajuan nasional dalam seluruh Indonesia dikemudian harinya, sangat penting artinya, tidaklah hal itu memeiliki pengaruh atas kehancuran negara-negara Melayu. Tetapi mestilah kita perhatikan soal pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa resmi pertamakalinya oleh Kompeni dan kemudian oleh Gubernemen Hindia-Belanda yang dulu, di dalam segala urusan, perbuatan, perjanjian dan surat-menyurat dengan raja-raja dan para pimpinan rakyat.

Demikianlah bahasa Melayu itu mempertahankan sifat yang internasional dan bertambah kuat kedudukannya yang istimewa. Oleh karena itulah diletakan batu dasar untuk sebuah bahasa pergaulan yang umum yang digunakan di seluruh Indonesia. Tetapi dengan itu semua maka berakhirlah riwayat bahasa Melayu untuk sementara waktu sebagai kendaraan kebudayaan, sehingga menjadi sebuah bahasa yang mati.

Bersambung ke Sejarah Awal Mula Terciptanya Bahasa Indonesia, part 1